Mayoritas UKM di seluruh dunia hidup dalam jebakan kemiskinan perlombaan tikus menyakiti dirinya sendiri untuk menuju jurang kebangkrutan dan bagaimana solusi mengatasinya ( 2022 )
Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu penggerak utama perekonomian internasional yang menggerakkan roda makro ekonomi untuk terus berputar semana mestinya.
UMKM menyumbang 90% dari bisnis di seluruh dunia. Tetapi jika mengacu pada data di negara Indonesia agak berbeda. Kontribusi UKM di segala bidang menyumbang mencapai hingga persentase 99%.
UMKM menjadi andalan program pemerintah di banyak negara. Termasuk di Indonesia karena mampu menyerap banyak tenaga kerja manusia secara padat karya. Entah itu untuk cuci piring, las besi, menyapu, mengepel, membuat adonan kue, mengepak kertas, menjaga toko, setrika baju, memperbaiki motor, angkat galon air, memasak aneka makanan, dan lain lain.
Mayoritas UKM di seluruh dunia hidup dalam jebakan kemiskinan perlombaan tikus dan bagaimana solusi untuk mengatasinya ( 2022 )
Sektor UKM di seluruh dunia mencapai titik ke tingkat persaingan kompleks.
Dimana sesama UKM melawan UKM lain di sekitar kota atau desanya. Faktor ini menyebabkan terjadi perlombaan mirip seperti tikus yang lari di sebuah kurungan besi roda berputar.
Jika teman teman belum dapat memahami artikel ini.
Pemahamannya seperti ini.
Ada 2 orang membuka sebuah restoran dengan menjual rendang babi di kota yang sama.
Kedua orang ini kita sebut si A dan si B.
Si A menjual rendang babi dengan harga Rp 50.000 per porsi.
Si B menjual rendang babi dengan harga Rp 50.000 per porsi.
Kedua orang A dan B menjual rendang babi dengan rasa yang sama, porsi yang sama dan ukuran yang sama. Karena si A merasa restoran miliknya tersaingi. Maka ia menurunkan harga menjadi Rp 40.000 ribu rupiah tanpa mengurangi kualitas bahan makanannya. Menurut beliau, ngga papa ia mendapatkan keuntungan sedikit, yang penting restoran si B mati.
Akhirnya pelanggan restoran A bertambah banyak. Karena sudah menjadi hukum alam, bahwa pelanggan maunya beli rendang babi dengan harga murah Rp 40.000 tapi kualitas tetap Rp 50.000. Ramai ramai orang orang berbondong bondong membeli rendang babi A.
Karena restoran si B merasa tersakiti. Restoran miliknya jadi sepi akibat pelanggan memilih membeli di restoran A.
Restoran B mulai putar otak untuk bersaing secara sengit. B menurunkan harga rendang babi menjadi Rp 30.000 ribu rupiah. Menurut beliau, ngga papa ia mendapatkan keuntungan sedikit, yang penting restoran si A mati.
Beberapa hari kemudian, pelanggan si A menjadi sepi. Karena sudah menjadi kodrat hukum alam. Orang orang dipastikan berbondong bondong secara beramai ramai kemudian berpindah lagi ke restoran B karena harga rendang babi kini cuma Rp 30.000 per porsi tapi kualitas setara Rp 50.000 ribu.
Restoran A merasa murka kepada restoran B.
Restoran A menyiapkan strategi pemungkas. Ia kemudian datang ke pihak Bank mengajukan kredit pinjaman modal untuk memperbesar, memperluas dan memegahkan restoran rendang babi miliknya menjadi lebih luas lagi menggunakan strategi faktor kali dan teknik marketing yang lebih baik.
Restoran A kini turut menurunkan harga rendang babi menjadi Rp 25.000 per porsi dengan kualitas tetap setara Rp 50.000 ribu rupiah.
Tak cukup sampai disini. Melalui pinjaman utang pihak Bank. Si tuan A membangun cabang restoran baru di tempat yang lain. Sehingga beliau telah memiliki 2 restoran rendang babi.
Secara perhitungan untung rugi. Harga rendang babi Rp 25.000 sudah menjadi batas produksi yang tak dapat lagi dimaksimalkan. Karena semua harga bahan saja jika ditotal meliputi seperti bumbu, bawang, cabe, daging babi, biaya gas, sayur, micin, dll sebagainya telah mentok per porsi di harga Rp 20.000 tak dapat lagi diturunkan harganya. Jadi tiap porsi cuma ambil untung Rp 5.000 saja.
Namun karena restoran A kini telah memiliki 2 cabang. Maka restoran 1 dan restoran 2 dapat saling memberikan subsidi.
Persaingan antara restoran A dan B justru memberikan keuntungan bagi para pelanggan.
Pelanggan dapat membeli rendang babi dengan harga yang agak murah dan kualitas yang baik.
Tetapi dari sisi restoran A dan B. Keuntungan yang mereka raih begitu kecil. Jika dulu mereka dapat meraih kekayaan dari usaha ini hanya cukup dengan menjual rendang babi ke 10 orang saja perhari.
Kini mereka harus kejar setoran setiap harinya menjual rendang babi ke 100 orang per hari. Beban kerja tambah berat, keuntungan minim dan hidup ketergantungan dalam bayang bayang utang pinjaman kredit Bank. Pada akhirnya kedua UKM restoran A dan B ini sama sama saling menyakiti dirinya sendiri karena mereka berdua sama sama berusaha memperbesar atau memperbanyak kapasitas.
Inilah yang saya sebut sebagai perlombaan tikus.
Mayoritas UKM di seluruh dunia memang kondisi kehidupan mereka seperti ini. Tapi tak semua bernasib buruk, beberapa diantara yang lain memiliki nasib yang baik tapi jumlahnya sedikit, kebanyakan UKM mayoritas terjebak dalam kemiskinan, utang dan terjerat waktu karena kesibukan pekerjaan bertambah banyak.
Setelah bertahun tahun terjebak dalam persaingan perang harga. Kedua restoran si A dan si B akhirnya sama sama mati. Termasuk pemiliknya (owner/founder UKM) juga ikut mati, karena mereka berdua sama sama stress mikir perang harga dan menyiksa diri bekerja berjam jam setiap hari melebihi kapasitas manusia untuk melakukan pekerjaan di bidang kuliner tersebut.
Bagaimana solusi untuk mengatasi UKM hidup dalam perlombaan tikus.
Kehidupan para UKM memang tak mudah.
Apalagi untuk tahun 2030 tantangan UKM makin tambah berat lagi karena persaingan semakin berat dan ribet.
Ini dapat berakibat kepada setiap pelaku UKM hidup dalam kesibukan extra tinggi, jam terbang kerja tambah panjang hingga bekerja tengah malam tapi mereka (UKM) tak menghasilkan penambahan pundi pundi pendapatan atau penghasilan secara signifikan.
Keuangan berputar putar disitu saja. Hidup menjadi pas pasan, pendapatan sebulan habis cepat dalam sebulan juga, kesulitan untuk berinvestasi karena uang sudah habis akhirnya tergantung lagi kepada pinjaman modal dari pihak lain. Padahal kerja kesibukannya telah makin panjang.
Untuk saat ini. Solusi yang dapat diberikan hanya ada 2. yaitu :
1]. Pindah jenis pekerjaan lain yang sekiranya stabil untuk mencukupi kehidupan. Seperti menjadi karyawan saja di UKM pihak lain yang sudah mapan. Artinya pemikiran kini berubah hanya fokus untuk bekerja saja, tanpa perlu dibebani pikiran mendirikan bisnis UKM yang memang jauh menantang.
2]. Memutuskan diri untuk menolak mendirikan bisnis UKM karena memiliki resiko berbahaya seperti dijabarkan diatas tadi.
Jadi apabila teman teman atau anak muda ABG (anak baru gede) mau memulai usaha UKM. Pahami terlebih dahulu resiko mendirikan UKM. Lebih baik ngga usah ikut ikutan mendirikan UKM atau tutup saja usaha bisnis UKM anda ketimbang menghadapi nasib buruk.
Tetapi apabila teman teman memang berani mengambil resiko, memiliki modal yang cukup untuk mencegah kebangkrutan, memiliki jiwa entrepreneur, mau menghadapi persaingan keras, siap membayar tagihan kredit utang dan tahu tentang seluk beluk strategi dan taktik UKM untuk naik kelas.
Maka silahkan lanjutkan ya....,
Apabila perlombaan tikus terus dilanjutkan. Ini pula menciptakan kesenjangan dimana UKM kaya makin tambah kaya.
UKM kecil yang kesulitan untuk meningkatkan tingkat pendapatan bakal hidup bernasib buruk apabila gagal memboster diri ke level kelas menengah selanjutnya. Keputusan berikutnya ditentukan dari sisa kredit Bank yang tersisa atau dari ketahanan modal yang tersisa dikurangi biaya hidup keluarganya dalam tingkatan toleransi sisa uang antara kepentingan bisnis dan keluarga.
Apabila hal ini tak terpenuhi. Maka resiko kebangkrutan, tutup dan terjebak ke dalam tagihan bunga Bank dapat membebani pelaku usaha UKM itu sendiri secara menyedihkan dan menyiksa.
Di masa depan. Bakal ada banyak UKM gulung tikar, bangkrut dan tutup. Terutama pihak UKM yang bermasalah terhadap perencanaan finansial keuangan. Sehingga peranan kontribusi UKM di seluruh dunia terhadap GDP (gross domestic product) berkurang dari 50% menjadi 35%.
Tetapi dari segi kuantitas jumlah pelaku UKM terus bertambah banyak, namun mayoritas hidup miskin, terjerat oleh rantai pinjaman utang dan terikat kesibukan waktu yang luar biasa. Bahkan disaat jiwa tubuh sudah lelah tetap memaksakan diri bekerja yang malah berakhir seperti terlihat budak pekerjaan bagi dirinya sendiri dengan cara menyiksa diri sendiri.
Kurang lebih sekitar 35% UKM di Indonesia hidup dalam kesejahteraan, kemakmuran & kekayaan.
Angka yang sebenarnya juga cukup banyak dan baik untuk NKRI.
Terima kasih. Semoga bermanfaat ya. GBU.