Lompat ke konten Lompat ke footer

Alasan saya menolak investasi di P2P Lending (2021)

Beberapa hari yang lalu. 

Saya menulis sebuah artikel sederhana yang menjadi alasan bagi saya untuk tak memilih rumah, property, real estate dan tanah sebagai investasi. Kecuali tanah, jika dikerjakan atau diolah dengan cara menanam singkong, nanas, pisang, jagung, dll.
 
Nah, pada hari ini. Saya berbagi sebuah alasan. Mengapa menolak investasi di P2P lending.

Mengapa saya menolak investasi di P2P lending

 
Sebelumnya, tentu saja semua orang punya pilihan masing masing untuk berinvestasi. 

Ada yang memilih instrument investasi A, ada pula yang memilih instrument investasi B. 

Macam macam ya bentuk investasi. Sesuai kepribadian orang orang juga ya.
 
Cuma pengen berbagi aja, mengapa saya menolak investasi di P2P lending.
 
P2P lending adalah bisnis yang menjalankan sistem pinjam meminjam antar perseorangan atau bisnis dengan cara mempertemukan antara pemilik modal dan orang orang yang pengen berutang. Semua aktivitas bisnis di jalankan menggunakan perjanjian dalam bentuk riba (bunga) untuk pemodal dan pengutang di jaringan internet.
 
Jika masa waktu pinjaman telah habis. Maka penagih utang atau debt collector bakalan datang ke rumah orang tersebut untuk mengambil tagihan uang berserta bunganya.
 
Konsep P2P lending sesungguhnya mirip seperti Bank melalui program deposito. Hanya saja, di P2P Lending ada banyak hal dipangkas, seperti mereka tak perlu kantor cabang, tak perlu bayar listrik gedung, air, tanpa jasa satpam, dan lain lain sebagainya. Oleh sebab itu, mengapa tawaran bunga di P2P lending dikenal agak jauh tinggi dibandingkan dengan deposito di Bank.  
 
Sebagai perbandingan.
 
Bunga Bank. Di bank BCA, bank BRI, Bank Mandiri, dll. Pada tahun 2021. Rata rata berkisar diantara angka 3%.
 
Bandingkan dengan P2P Lending. Karena beroperasi sepenuhnya efisien secara online dan tanpa tatap muka. 

Maka kenaikan investasi anda dapat mencapai hingga 10% keatas.

Oleh sebab itu, mengapa banyak orang zaman now tertarik senang banget investasi di P2P lending. Apalagi untuk para generasi kaum muda dan yang punya penghasilan gaji besar di kantornya. Ini adalah cara bagus untuk menggandakan uang.  
 
Namun, apa yang menjadi alasan latar belakang saya menolak investasi di bisnis P2P Lending. Walaupun imbal hasil keuntungannya tinggi dibandingkan deposito Bank.
 
Seperti yang kita ketahui. P2P lending masih tergolong bisnis baru. Sedangkan pemain lama adalah Bank.

 
Ada 3 jenis kategori untuk bisnis pinjaman. Yaitu :
 
1]. Pinjaman terbuka
 
Seperti Bank dan obligasi.
 
2]. Pinjaman tertutup
 
Seperti Funbox.
 
3]. P2P Lending.
 
Bisnis investasi P2P lending berada di tengah persimpangan antara persaingan pinjaman terbuka dan pinjaman tertutup.
 
Walaupun P2P tergolong baru. Namun, pemain baru lainnya terus bermunculan dengan konsep sama tetapi menggunakan dukungan teknologi machine learning dan AI (artificial intelligence) yang lebih canggih dan powerful.
 
Walhasil menjadikan P2P lending tertekan.

Hal ini belum ditambah dengan masifnya kegiatan Bank konvensional untuk berubah transformasi ke Bank Digital tanpa kantor cabang yang juga berencana menerapkan konsep seperti P2P lending tanpa harus sewa gedung di berbagai kota dan desa. Memfokuskan dirinya ke internet.
 
Akibatnya P2P tertekan oleh 2 pemain di ranah persaingan tersebut.
 
Sehingga dapat menghasilkan sebuah bentuk kegagalan kepada investor atau pemodal karena masalah gagal bayar atau macet kredit.

Baca juga : 
 
P2P Lending bukan untuk investor minim modal dan konservatif

 
Jika teman teman merupakan seorang anak muda, punya banyak modal, pemberani, memiliki gaji tetap yang besar dari kantornya dan belum menikah. Maka P2P lending dapat menjadi instrument investasi menarik untuk meroketkan uang anda berlipat ganda. Karena imbal hasilnya hingga 10% keatas.
 
Tetapi, jika teman teman minim modal, belum punya gaji tetap, bersifat konservatif artinya takut jika melihat penurunan atau kegagalan investasi. Maka P2P lending disarankan tak cocok bagi anda.   
 
Seperti yang diutarakan diatas. Diakibatkan oleh persaingan di industri ini yang menyebabkan P2P tertekan. Maka bisnis P2P Lending memiliki resiko gagal bayar. Dimana pada kasus tertentu ada saja kegagalannya.
 
Bagi saya pribadi. P2P Lending kurang cocok sebagai pilihan investasi bagi saya. Karena adanya gagal bayar sehingga merugikan waktu dibikin maju mundur.
 
Jika melihat secara psikologis, P2P Lending memiliki kelemahan karena dapat menguras waktu, pikiran, emosi, dan energi untuk melakukan berbagai macam riset dengan membaca banyak informasi, menghitung, mengkalkulasi keuangan, meneliti ekonomi mikro makro dan menganalis berbagai data lainnya.

Jika anda masih muda. Maka melakukan banyak riset tak menjadi masalah.  

Tapi itu menjadi masalah bagi orang orang berumur tua. Karena fisik dan otak sudah tak sanggup melakukan terlalu banyak riset. 
 
Oleh sebab itu, Karena keterbatasan. 

Maka saya menolak investasi P2P Lending (0%). Sama seperti alasan mengapa saya menolak berinvestasi di property, real estate, kos kosan dan kontrakan.
 
Terima kasih. Semoga bermanfaat ya. GBU