Langsung ke konten utama

Kejayaan bisnis pertanian dan perkebunan seluas 2 - 50 hektar telah berakhir dan jumlah pekerja petani di Indonesia di prediksi menurun tersisa 18.000.000 juta orang pada tahun 2040 ( 2024 )


Sebelum memulai sebuah usaha pertanian & perkebunan. Ada baiknya terlebih dahulu memperhatikan, menghitung, mengkalkulasi dan memilih metode bisnis tani yang tepat sebelum dijalankan.

Salah perencanaan, salah pilih sistem dan salah perhitungan dari awal dapat berakibat fatal untuk keberlanjutan. 

Rugi uang, rugi waktu dan rugi segalanya. 

Mayoritas orang orang petani di Indonesia kebanyakan menganggap enteng pertanian & perkebunan dengan anggapan bahwa jika sudah memiliki lahan yang luas untuk bercocok tanam. Maka tinggal tanam apa saja, pasti berhasil. Padahal kenyataan dilapangan tidaklah segampang itu.

Menghitung luas lahan ideal yang cocok menjadi salah satu tolak ukur.

Berikut ada 5 sistem yang diterapkan di dunia berdasarkan keluasan area pertanian & perkebunan : 

1]. Petani urban farming 

Rata rata memiliki lahan 0,1 - 0,4 hektar.

2]. Petani umum yang ideal

Rata rata memiliki lahan 0,5 hektar - 1 hektar

3]. Petani mitra berkelompok

Rata rata memiliki lahan 2 hektar - 50 hektar

4]. Petani sebagai pemilik usaha ( bos ) dengan dibantu oleh karyawan

Rata rata memiliki lahan 2 hektar - 50 hektar

5].  Perusahaan company ( PT ) di bidang perkebunan & pertanian. 

Rata rata di atas 50 hektar sampai diatas 10.000 hektar lebih.  

Mengapa definisi berdasarkan luas lahan pertanian & perkebunan perlu untuk penting diperhatikan :  

Pertanian & perkebunan yang mengelola luas lahan 0,5 hektar - 1 hektar, diwajibkan untuk memperhatikan jenis komoditas yang ingin ditanam. Sebaiknya hindari jenis tanaman seperti padi, kopi, teh, kelapa sawit, alpukat, durian, kacang kedelai, jagung untuk pakan ternak, jeruk, wortel, tebu, jengkol, tomat, pisang, sorgum, jelai, gandum, pohon karet, pohon jati, pohon sengon, kakao, dan kentang.

Pilihlah jenis tanaman hortikultura yang rata rata berumur singkat mulai dari 30 hari, 60 hari dan 3 bulan yang sudah dapat dipanen seperti menanam jagung manis untuk konsumsi manusia, kacang panjang, terong, melon, kangkung, sawi, bayam, kacang buncis, cabe cabean, oyong & paria. 

Sedangkan pertanian urban farming yang memiliki lahan antara 0,1 - 0,4 hektar. 

Itu nanggung banget ya.

Semakin kecil lahan yang dimiliki, maka produktivitas hasil panen juga semakin sedikit, alhasil penghasilan juga ikut sedikit. Akibatnya penghasilan para petani skala kecil ( urban farming ) menjadi sekedar pendapatan sampingan saja. 

Tidak seperti petani skala menengah yang memiliki lahan 0,5 hektar - 1 hektar yang sanggup menjadikannya sebagai penghasilan rutin bulanan secara berkelanjutan. 

Agar perlu naik level, petani urban farming membutuhkan lahan yang lebih besar, minimal 0,5 hektar.

Syukur syukur kalau bisa membeli lahan baru seluas 1 hektar. 

Tanpa hal ini, maka sulit banget petani skala kecil sanggup menjual hasil pemasaran panen dengan harga yang cocok dipasaran dan sulit meningkatkan keadaan finansial keluarga.

Kecuali memang tujuan urban farming sekedar memenuhi kebutuhan sampingan saja atau sekedar hobi guna mencukupi makanan terhadap beberapa produk buah buahan dan beberapa jenis sayur sayuran untuk keluarga tanpa membeli di pasar.

Masalahnya, pertanian di Indonesia rata rata di dominasi dari kalangan petani keluarga kecil dengan lahan kurang dari 0,5 hektar. 

Hal ini tentu saja berbahaya bagi keberlanjutan pertanian & perkebunan di Indonesia. Jika keadaan ini terus dibiarkan berlarut larut. Maka diprediksi jumlah petani bakal semakin merosot dari awalnya beberapa dekade yang lalu sebanyak 40.000.000 juta orang bekerja di pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan. 

Maka kira kira pada tahun 2040 nanti, bakal menciut atau menyusut menjadi tersisa 18.000.000 juta orang saja.

Disisi lain, keadaan buruh pekerja yang diperkerjakan di bidang pertanian & perkebunan di luas lahan antara 2 hektar - 50 hektar menuntut upah gaji yang layak. Artinya menjadi beban tersendiri bagi bos mandor pemilik lahan yang kian hari merasa sudah tidak lagi sanggup memberikan gaji kepada orang orang yang bekerja dilahannya. 

Ada beberapa skenario untuk pemilik lahan 2 hektar - 50 hektar. Yaitu : 

1]. Tanah lahan berukuran luas tersebut dijual, karena para pekerja sudah pergi akibat gaji yang terlalu rendah. Menyebabkan lahan tidak lagi ditanami atau jikapun masih ditanami menjadi layu terserang hama penyakit & mati karena sudah tidak diurus lagi atau terbengkalai oleh pemiliknya. 

2]. Pemilik bos lahan masih mempertahankan lahannya, tetapi sudah tidak ada lagi keuntungan yang didapat karena biaya produksi, biaya tenaga kerja & biaya operasional lebih mahal daripada hasil panen yang didapat. Bahkan cenderung terus menerus merugi. Hasil keuangan yang didapat tidak sesuai harapan. 

Kenapa hal ini bisa terjadi....? Itu menjadi dasar kesulitan yang sulit dipahami oleh juragan tanah sejak dari awal memulai usahanya tidak memperhitungan perencanaan dengan baik. 

Pada tahun 2024. Kejayaan bisnis pertanian dan perkebunan seluas 2 - 50 hektar telah berakhir. 

Terutama bagi para bos atau juragan tanah yang memperkerjakan orang lain sebagai buruh tani tanpa dibaluti dengan hukum legalitas. Artinya dimasa depan, konsep sistem bisnis ini terbukti telah cacat secara matematika & tidak dapat eksis dijalankan secara ekonomi.  

Satu satunya solusi jalan keluar agar dapat bertahan. Yaitu pemilik tanah harus mengupgrate luas lahan miliknya hingga diatas > 50 hektar dan mulai membentuk perusahaan company tersendiri yang disahkan secara hukum resmi dengan melibatkan mulai dari 50 karyawan dan wajib memenuhi sesuai standar upah UMR masing masing kota. 

Menurut data dari BPS. 

Dilaporkan di negara Indonesia. Terdapat kurang lebih 5.400 perusahaan yang bergerak di bidang pertanian, perikanan, peternakan & perkebunan dengan minimal masing masing kepemilikan luas > 50 hektar - 10.000 ribu hektar lebih. ( Non perikanan & peternakan ).  

Sedangkan untuk pertanian mitra berkelompok memiliki sistem bertani yang berbeda dibandingkan dengan jenis sistem tani lainnya. Ini melibatkan antara 5 - 15 orang mitra lebih menghandle luas lahan mulai dari 5 hektar sampai < 50 hektar. 

Namun teknik ini membutuhkan asas kerjasama, keadilan, gotong royong dan kejujuran yang tinggi. 

Karena jika terdapat beberapa orang saja melakukan tindakan berupa perilaku ketidakjujuran, kebohongan, penipuan, bersifat curang, tukang marah, tamak, arogan dan malas bekerja. 

Maka pertanian & perkebunan dengan sistem ini dapat berakhir gagal. Padahal peluang bertani secara kelompok memiliki tingkatan kesuksesan yang besar jika semua pihak petani saling jujur. 

Oleh sebab itu, untuk memulai usaha kelompok tani. 

Ada baiknya, adakan acara pencarian bakat 'TANI IDOL" terlebih dahulu untuk menjaring, memilah dan menyeleksi sifat dari masing masing kandidat pola pikir petani agar didaftar masuk ke golden ticket untuk mengarap kebun, sawah dan ladang bersama sama berasakan kejujuran. 

Tapi sayangnya, sifat ketamakan petani itu sulit diatur, bahkan lebih sulit daripada membasmi gulma. 

Gulma dapat mati jika disemprot peptisida herbisida. 

Tapi petani yang arogan, keras kepala, doyan berbohong, haus kekuasaan dan tidak jujur. Itu sulit untuk dibasmi, karena tidak ada peptisidanya. 

Terima kasih. Semoga bermanfaat ya. GBU. 

Related Post