Teknologi AI dan drone. Israel dapat kurangi jumlah beban polisi & tentara menjadi 100.000 ribu orang saja ( 2024 )
Foto : Tentara IDF Israel |
Setelah hampir lebih dari 10 bulan berperang melawan terorist Hamas di Gaza dan membandingkan data peperangan di masa lalu saat perang Yom Kippur, dll. Termasuk meneliti perang Ukraina VS Rusia. Sekarang sudah dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hari ini taktik peperangan terus menerus berubah mengikuti perkembangan zaman.
Salah satu inti kesimpulan yang dapat dipetik menyatakan bahwa teknologi AI, robotika, automatisasi system, radar, kamera electro optik, tank, drone kamikaze, rudal balistik dan alustista militer lainnya memiliki peranan krusial dalam meraih kemenangan dan tentu saja sesungguhnya dapat mengurangi jumlah beban personil dari pihak polisi & tentara.
Saat peperangan Gaza di mulai, Israel mengerahkan hampir 300.000 cadangan. Bahkan saat eskalasi dengan terorist Hizzbullah dan terorist Houthi semakin meningkat. Pemerintah Israel mempersiapkan jumlah tambahan hingga total mencapai 350.000 cadangan. Termasuk meningkatkan usia pensiun IDF dari 45 tahun menjadi 46 tahun.
Jika berkaca pada perang pada pola pikir era Yom Kippur di zaman dahulu kala. Maka alasan ini seharusnya masuk akal. Israel membutuhkan tentara dalam jumlah besar ( melibatkan banyak personil ) untuk perang besar besaran dalam waktu singkat guna meraih kemenangan sesingkat singkat mungkin, ketika melawan musuh dalam jumlah personil yang lebih banyak.
Tapi sekarang zaman sudah berubah. Ini tahun 2024. Pola pikir seperti itu tidak lagi cocok bagi Israel.
Kini taktik perang yang seharusnya dibutuhkan oleh Israel adalah peperangan panjang berlarut larut, dengan waktu durasi yang lama dan mengalahkan musuh sedikit demi sedikit dengan mengandalkan teknologi AI dan drone.
Semakin lama, Israel menerapkan taktik peperangan panjang, maka semakin lemah musuh.
Tidak peduli, sekalipun musuh punya 100.000.000 ratusan juta sampai 200.000.000 ratusan juta terorist pun. Ini sesungguhnya dapat dikalahkan oleh Israel hanya dengan modal 100.000 ribu polisi & tentara saja dengan sekali lagi mengandalkan bantuan teknologi AI dan drone.
1 drone dapat memburu, membinasakan dan membunuh 1.000 terorist dalam waktu 1 minggu.
Menggunakan taktik serangan udara sedikit demi sedikit, perlahan demi perlahan. Kemudian mengulangi lagi tugasnya, lagi dan lagi.
Berkaca pada mental pola pikir seperti Amerika Serikat, China, Uni Eropa, India dan Rusia yang masih mempertahankan polisi & tentara dalam porsi jumlah besar. Pada akhirnya terbukti telah memberatkan beban APBN mereka dan menciptakan tekanan ekonomi nasional yang serius untuk membayar program pelatihan prajurit untuk makan beling, gaji tentara untuk pameran aktraksi debus dan operasional lain lainnya menggunakan pajak.
Sebagai perbandingan :
Amerika Serikat memperkerjakan sebanyak 1.400.000 juta polisi & tentara aktif
China memperkerjakan sebanyak 2.500.000 juta polisi & tentara aktif
Padahal, untuk mencapai kemenangan. 2 sisi mata koin antara ekonomi dan militer harus selaras.
Semakin besar jumlah polisi & tentara yang direkrut, maka semakin mahal anggaran militer dikuras dari porsi APBN untuk membiayai keperluaan mereka, membiayai ruangan rapat pertemuan mereka dengan suara berisik teriakan nyanyian karaoke yel yel yel keras yang tidak penting itu. Toh mereka juga pasti mati terdiam membisu terbujur kaku kalau kegilas roda tank.
Memang benar, polisi & tentara besar pada zaman dulu dibutuhkan dalam jumlah besar untuk kemungkinan serangan frontal di multi sektor secara habis habisan secara serentak dalam waktu singkat. Mengacu pada pertimbangan perubahan zaman, kemungkinan serangan frontal memang tidak munafik masih ada mungkin terjadi, namun sesungguhnya dapat dijinakkan terlebih dahulu dengan membuka opsi serangan lebih awal, memasuki fase serangan dini berlarut larut sebelum serangan frontal besar besaran terjadi.
Sebagai kasus contoh pada perang Israel VS Hizzbullah yang dapat terjadi antara tahun 2024 atau 2025 ini.
Maka demi mencegah serangan frontal terorist Hizzbullah yang dimana pemimpin mereka bisa saja dapat langsung mengerahkan dengan melibatkan 100.000 ribu tentara menyerang serentak dalam waktu bersamaan menembus perbatasan di utara. Maka Israel dapat memasuki membuka front awal terlebih dahulu dengan melibatkan angkatan udara, laut dan darat dalam porsi serangan pembuka kecil kecil, tapi bersifat kontinuitas dan terus menerus. Mengalahkan musuh sedikit demi sedikit, dicicil sedikit demi sedikit.
Pada tahun 2024. Jumlah polisi & tentara aktif IDF berkisar sekitar 170.000 ribu orang.
Semakin banyak personil IDF, artinya semakin memberatkan membengkakan pengeluaran APBN. Alih alih fokus gunakan saja kecanggihan teknologi seperti AI, drone dan alustista lainnya.
Radar berkualitas tinggi dan kamera electro optik yang mampu mendeteksi & mengklarifikasi musuh dari jarak jauh dapat menggantikan operasional tentara di perbatasan secara manual menggunakan teropong diganti menjadi serba AI. Selain itu, operator yang mengendalikan drone kamikaze dapat mengeksekusi musuh dari jarak jauh bahkan secara otomatis dengan bantuan AI.
Jadi daripada memperkerjakan 170.000 ribu orang, lebih baik pekerjakan saja 100.000 ribu orang.
Sisanya, biarkan menjadi urusan TEKNOLOGI AI.
Pemerintah Israel melalui kementeriaan pertahanan IDF dapat menghemat anggaran APBN yang berarti memperkuat ekonomi, lalu memfokuskan diri berinvestasi pada alat alustista canggih seperti memperbanyak jumlah tank Merkava, tank Eitan, kendaraan lapis baja, rudal, artileri, bom, amunisi dan alat alat tempur lainnya.
Jadi kesimpulannya tidak benar jika mengerahkan hingga 350.000 orang. Padahal hanya dengan modal 100.000 ribu personil saja sudah lebih dari cukup dengan bantuan teknologi AI 24/7.
Menurut pertimbangan saya.
Israel cukup membutuhkan 100.000 ribu tentara, 1.000 tank, 3.000 mobil tempur, dll.
Terima kasih. Semoga bermanfaat ya. GBU.